Aurangzeb
adalah raja terkuat dalam sejarah Kerajaan Mughal. Sebuah kerajaan
besar yang berkuasa di tanah Hindustan. Ayahnya adalah Syah Jahan,
laki-laki yang berusaha menunjukkan betapa cinta bisa membangun
keajaiban dunia, Taj Mahal. Walaupun Aurangzeb sendiri mengkritik
pembangunan mahal yang menguras kas negara itu. Pembangunan yang
menindas para pekerja miskin dengan upah yang minim. Ia digelari
Alamgir, sang penakluk dunia, karena ekspedisi militernya ke seluruh
India.
Kehebatan lainnya, Aurangzeb mampu membuat masyarakat heterogen India menerima syariat Islam sebagai nilai dan agama.
Mughal Yang Multi-Etnik
Kerajaan Mughal adalah kerajaan multi-etnik.
Kerajaan ini diwarnai oleh budaya Arab, Persia, dan Turki. Sedangkan
India adalah kanvasnya. Didirikan oleh seorang Turki yang bernama Babur,
kerajaan ini terus tumbuh hingga sejajar dengan Turki Utsmani dan
Shafawi. Nama Mughal sendiri terambil dari kata Mongol. Karena Babur
mengklaim ia adalah keturunan langsung Jenghis Khan.
Suasana percampuran budaya mencapai puncaknya
pada pemerinatahan Kaisar Akbar (memerintah pada 1556-1605). Ia menyebut
dirinya sebagai pecinta budaya. Dengan alasan itu, ia tidak melihat
seseorang dari latar belakang keagamaan. Dan ia wadahi diskusi lintas
agama di istana. Tokoh-tokoh dari berbagai agama; Hindu, Kristen, Budha,
dan Yahudi diundang untuk berdiskusi. Mereka mendiskusikan konsep Tuhan
dan agama mereka dengan ulama muslim.
Dari hasil diskusi ini, Akbar merumuskan teori keagamannya sendiri. Sebuah formula yang ia anggap dapat menjembatani gap antar berbagai tradisi. Ia menyebut agama barunya dengan Din Ilahi
(agama Tuhan). Konsep teologi yang kontras antara Hindu dan Islam
membuat agama ini sangat lemah dalam nilai-nilai ketuhanan. Sehingga Din Ilahi
hanya fokus pada tataran prilaku pribadi. Agama ini tidak mendapat
sambutan yang berarti. Sehingga tidak mampu bertahan lama. Umurnya
berakhir seiring berakhirnya masa Kaisar Akbar.
Apa yang terjadi pada masa Kaisar Akbar, terulang lagi di masa kini.
Seolah mengulang ekperimen gagal Kaisar Akbar, sebagian orang memaksakan
pemikiran Islam yang bebas tanpa terkukung oleh teks Alquran dan
hadits. Mereka giring penafsiran ayat-ayat dan hadits-hadits terfokus
pada tataran hubungan sesama manusia. Citra Islam dengan konsep teologi
tauhidnya dianggap kaku sehingga perlu dileburkan agar lebih toleran.
Mereka istilahkan agama baru mereka dengan Islam Liberal dan nama-nama
lainnya.
Kaisar Akbar yang berusaha tampil toleran, malah kehilangan jati
dirinya sebagai seorang muslim. Ia melupakan komponen terpeting dalam
Islam yakni bagaimana seseorang menyembah Tuhannya, Allah ﷻ. Dengan
menyembah Allah semata, maka nilai-nilai humanis pun akan turut lahir
sebagai konsekuensinya. Muslim yang taat kepada Allah ﷻ, pasti mereka
akan tunduk kepada perintah Allah agar berakhlak mulia kepada sesama.
Kaset lama abad ke-16 ini diputar ulang oleh kaum liberal diabad ke-21
sekarang.
Kebangkitan Mughal
Di masa berikutnya, muncul seorang pemimpin kuat yang menyatukan
Mughal tanpa mengorbankan keluhuran Islam. Saat Mughal limbung karena
kehilangan jati diri, pemborosan, dan hura-hura para raja. Tampil salah
seorang putra Syah Jahan menyatukan negeri. Dialah Kaisar Aurangzeb
(berkuasa 31 Juli 1658–3 Maret 1707).
Di antara indikator kemajuan dan kekuatan suatu kerajaan di masa
silam adalah seberapa kuat militernya. Mungkin ini juga berlaku di zaman
sekarang. Zaman dulu, setiap negara berbatasan langsung dengan
musuh-musuh mereka. Sehingga konflik hampir dipastikan terjadi. Dengan
kekuatan militer, negara memastikan diri untuk bisa bertahan melanjutkan
sejarah, menjadi kuat, memperluas wilayah, dan membantu kestabilan
ekonomi. Dan untuk memperkuat militer ini, dibutuhkan inovasi dalam
strategi dan persenjataan. Sehingga ilmu pengetahuan dan penelitian pun
secara tidak langsung dituntut menjadi berkembang. Karena itu, wajar
saja jika kita jadikan kemajuan militer sebagai salah satu indikator
kemajuan negara di masa silam.
Selama 49 tahun masa kekuasaan Aurangzeb, aktivitas militer Mughal
mengalami peningkatan luar biasa. Ia menjelajahi seluruh daratan India.
Hingga ia dikenal dengan gelar Alamgir, sang penakluk dunia. Jauh
berbeda dengan masa pemerintahan ayahnya, Syah Jahan, dan saudaranya,
Dara Shikoh. Mughal hanya tenggelam dalam hura-hura. Masa kekuasaan
Aurangzeb adalah masa keemasan Kerajaan Mughal.
Membumikan Islam dengan Sunnah
Terbukti, menafsirkan nilai-nilai toleran
dengan cara Kaisar Akbar adalah kegagalan. Mengulang kegagalan bukanlah
sebuah kebijaksanaan. Malah cara yang ditempuh Kaisar Akbar ini
melahirkan orang-orang yang ingin mengambil keuntungan darinya. Tentu
Aurangzeb tidak akan mengulangi kesalahan pendahulunya ini.
Selain melakukan pembangunan fisik, Aurangzeb
juga melakukan pembangunan non fisik. Ia berusaha meningkatkan
spiritualitas rakyatnya. Caranya, melakukan pemurnian Islam. Kesyirikan
dan bid’ah tidak diberi tempat di wilayah kerajaan. Ia melarang rakyat
memberi penghormatan dengan membungkukkan badan kepada raja. Ia juga
melarang alkohol, judi, dansa, narkoba, dan pajak yang tak adil. Ia
berusaha meneladani salaf dalam metode beragama.
Salah satu langkah nyata yang ia lakukan dalam melakukan pembangunan
spiritual ini adalah dengan memerintahkan para ulama merumuskan
undang-undang. Kemudian tersusunlah Fatwa al-Alamgiri. Sebuah buku yang menjadi ringkasan fikih Madzhab Hanafi. Buku ini disebarkan ke seluruh wilayah kekuasaannya.
Dengan gaya kepemimpinannya inilah Aurangzeb mampu membumikan Islam. Ia jadikan praktik Islam bukan hanya dalam tataran ibadah mahdhah,
tapi juga masuk ke ranah kenegaraan. Ia berhasil membuktikan berpegang
teguh dengan syariat bukan membuat spirit maju itu hilang, bahkan dengan
inilah masa keemasan didapatkan. Bahkan di masa kejayaannya, Mughal
terdiri atas gabungan beragam raja dan gubernur yang menyatakan
kesetiaan kepada kaisar.
Kontroversi
Pertama: Sebagian buku menyebut bahwa Aurangzeb adalah seorang sufi.
Pengertian sufi di zaman sekarang ini tidak melulu diartikan sebagai
metode beragama atau aliran pemikiran. Kata sufi mengalami perluasan
makna yang membuatnya tidak boleh ditafsirkan hanya dengan satu
pengertian saja. Saat ini, orang-orang yang hidup zuhud, mejauhi hiruk
pikuk dunia, aktif di masjid, maka dia akan disebut “nyufi”. Menjadi sufi. Walaupun ia sangat mengingkari pemikiran sufi.
Demikian juga dengan Aurangzeb, keshalehannya, komitmenya kembali
kepada agama, keseriusan menerapkan syariat di wilayah kekuasaannya,
disebut sufi oleh sebagian orang. Karena Aurangzeb dikenal menentang
ajaran yang berbau mitos dan bid’ah.
Kedua: Aurangzeb dianggap melakukan tindak intoleran karena menghancurkan kuil hindu.
Perlu diketahui, kuil-kuil Hindu dan Shikh
bukan hanya tempat untuk beribadah semata, akan tetapi kuil juga
memiliki pengaruh politik yang siknifikan. Kuil berfungsi sebagai pusat
perpolitikan dan bagian dari negara, kepala kuil juga bekerja kepada
pemerintah. Saat raja-raja Mughal atau raja Hindu di luar daerah Mughal
ingin mendekati rakyat, maka mereka terlebih dahulu mendekati
tokoh-tokoh agama di kuil untuk mendapatkan simpatik dari rakyat di
wilayah tersebut. Dengan demikian, kuil pada saat itu lebih dari sekedar
bangunan yang bersifat religius, akan tetapi ia juga merupakan sebuah
potensi untuk menggapai pengaruh politik. Oleh karena itu, sebagian kuil
saja yang dihancurkan bukan semuanya. Karena kuil-kuil tersebut
terbukti sebagai sarang pemberontak.
Sumber:
– Alkhateeb, Firas. 2016. Sejarah Islam yang Hilang, Terj. Lost Islamic Hostory. Yogyakarta: Bentang.
– https://kisahmuslim.com/3376-sejarah-islam-aurangzeb-alamgir-raja-kerajaan-islam-mughal-di-india.html
– http://www.muslimworldjournal.com/2016/05/aurangzeb-the-salafi-mughal-emperor/
– https://en.wikipedia.org/wiki/Aurangzeb
0 komentar:
Posting Komentar