Ditunjuk
sebagai seorang utusan Allah bukan suatu hal yang mudah bagi Muhammad
ﷺ. Ia merasa kebingungan dan tak percaya sepenuhnya dengan apa yang
terjadi padanya. Begitu aneh. Begitu membingungkan. Begitu mengagetkan
karena ia hanya menginginkan ketenangan dengan uzlahnya. Tiba-tiba
malaikat datang. Karena itu, Muhammad ﷺ butuh orang berilmu yang
meneguhkannya. Butuh mereka yang kenal risalah untuk menerjemahkan kabar
langit itu.
Di antara orang yang meneguhkan Nabi Muhammad ﷺ dengan kabar risalah adalah Waraqah bin Naufal radhiallahu ‘anhu. Seorang berilmu yang beriman terhadap kenabian Musa dan Isa ‘alaihimassalam.
Dialog Kabar Wahyu
Istri Nabi Muhammad ﷺ, Khadijah radhiallahu ‘anha berangkat
menemui Waraqah untuk kali kedua. Ia hendak bertanya padanya tentang
perihal wahyu yang baru saja diterima suaminya. Kali ini ia tidak
sendiri, ia mengajak sang suami turut serta bersamanya. Mendengar
langsung dari ulama ahli kitab ini. Dan Khadijah pun ingin agar Waraqah
mendengar langsung kabar dari suaminya.
Waraqah bertanya, “Saudaraku, apa yang kau lihat?” Kemudian Rasulullah ﷺ mengabarkan padanya apa yang ia lihat.
Tanpa ragu, Waraqah langsung berucap, “Itu adalah an-Namus yang dulu
datang kepada Musa. Duhai sekiranya saat itu aku masih kuat. Sekiranya
waktu itu tiba aku masih hidup. Waktu ketika kaummu mengusirmu”.
“Apakah aku akan diusir?” tanya Rasulullah ﷺ menyambar penjelasan Waraqah.
“Iya. Tidak seorang pun yang datang dengan apa yang datang kepadamu
kecuali dimusuhi. Jika aku mendapati hari itu, aku akan menolongmu
sekuat tenaga”, jawab Waraqah (HR. al-Bukhari Kitab Bad’ul Wahyi No.3
dan Muslim Kitabul Iman, Bab Bad’ul Wahyi, No. 160).
Pelajaran dari Pertemuan dengan Waraqah:
Pertama: pada kisah sebelumnya, Waraqah tidak
menjawab dengan ‘Muhammad ﷺ benar (dengan kisahnya)’. Ia menjawab, ‘Jika
engkau jujur padaku wahai Khadijah’. Ia bukan meragukan berita yang
datang dari Muhammad ﷺ kepada Khadijah. Hanya saja ia khawatir kabar
yang disampaikan kepadanya kurang detil. Sebagaimana ketika seseorang
menceritakan peristiwa isra mi’raj kepada Abu Bakar. Abu Bakar
mengatakan, “Kalau memang dia yang mengatakannya, pasti itu benar.” (HR.
al-Hakim 4407).
Kedua: Dalam kisah sebelumnya juga Waraqah
mengatakan kepada Nabi ﷺ bahwa beliau adalah Nabinya umat ini. Umat yang
dimaksud Waraqah bisa jadi adalah bangsa Arab. Bisa jadi juga dalam
artinya lebih luas, seluruh umat manusia. waqaraqah juga mengetahui
bahwa beliau ﷺ adalah rasul terakir untuk umat di dunia ini.
Ketiga: Waraqah mengetahui sosok yang ditemui oleh
Nabi Muhammad ﷺ adalah an-Namus al-Akbar. An-Namus adalah pembawa
rahasia. Allah ﷻ menunjukkan kepada Jibril suatu rahasia yang tidak
ditunjukkan kepada selainnya. Itulah rahasia wahyu.
عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَىٰ غَيْبِهِ أَحَدًا. إِلَّا مَنِ
ارْتَضَىٰ مِنْ رَسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ
خَلْفِهِ رَصَدًا
“(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak
memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada
rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan
penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya.” (QS:Al-Jin |
Ayat: 26-27).
Waraqah tahu bahwa pembawa rahasia itu adalah Jibril. Pembawa rahasia
dari Rabb semesta alam kepada para nabi. Tapi ia hanya menyebut
an-Namus yang datang kepada Musa. Ia tidak mengatakan yang datang kepada
Isa, padahal ia seorang Nasrani. Kemungkingkan karena pokok syariat
Nasrani adalah syariat Yahudi kemudian disempurnakan oleh Nabi Isa.
Sebagaimana firman Allah ﷻ,
وَمُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَلِأُحِلَّ لَكُمْ
بَعْضَ الَّذِي حُرِّمَ عَلَيْكُمْ ۚ وَجِئْتُكُمْ بِآيَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ
فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَطِيعُونِ
“Dan (aku datang kepadamu) membenarkan Taurat yang datang sebelumku,
dan untuk menghalalkan bagimu sebagian yang telah diharamkan untukmu,
dan aku datang kepadamu dengan membawa suatu tanda (mukjizat) daripada
Tuhanmu. Karena itu bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.”
(QS:Ali Imran | Ayat: 50).
Oleh karena itu, ucapan Waraqah ini mencakup ajaran dua ahlil kitab.
Karena keduanya beriman kepada Jibril yang datang kepada Musa.
Keempat: Waraqah menjawab dengan penuh keyakinan.
Tanpa sedikit pun ragu. Bahkan jawaban itu ia lontarkan langsung tanpa
jeda berpikir. Karena dia tahu masa-masa itu akan datang seorang nabi.
Ia juga tahu, nabi itu akan diutus di Mekah. Ia sudah mengenal siapa
Muhammad bin Abdullah. Ketika mendengar kabar tentang an-Namus al-Akbar,
ia pun segera menunjukkan keimanannya.
Kelima: Waraqah memberikan kabar yang berulang dan
pula akan menimpa Muhammad ﷺ. Ia mengatakan, “Tidak seorang pun yang
datang dengan apa yang datang kepadamu kecuali dimusuhi”. Demikian juga
bagi orang-orang yang mendakwahkan ajaran Nabi Muhammad ﷺ. Berlaku
baginya ketentuan ini. karena peperangan antara yang haq dan yang batil
akan senantiasa terjadi.
Keenam: Sebelum menerima wahyu, Nabi ﷺ tidak
mengetahui kabar tentang umat terhdahulu. Karena itu beliau ﷺ bertanya,
“Apakah aku akan diusir?”
Beliau ﷺ tidak membaca sejarah para nabi. Juga tidak mengetahui jalan
yang mereka titi. Tidak ada tukang cerita yang menuturkan padanya.
Beliau tidak tahu kalau para nabi terdahulu didustakan. Kemudian
bagaimana mereka ditolong. Karena itu beliau mengajukan pertanyaan itu.
Tidak mungkin semua itu diketahui kecuali melalui jalan wahyu. Hal ini
semakin mengokohkan bahwa Alquran benar-benar mukjizat.
تِلْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الْغَيْبِ نُوحِيهَا إِلَيْكَ ۖ مَا كُنْتَ
تَعْلَمُهَا أَنْتَ وَلَا قَوْمُكَ مِنْ قَبْلِ هَٰذَا ۖ فَاصْبِرْ ۖ إِنَّ
الْعَاقِبَةَ لِلْمُتَّقِينَ
“Itu adalah di antara berita-berita penting tentang yang ghaib yang
Kami wahyukan kepadamu (Muhammad); tidak pernah kamu mengetahuinya dan
tidak (pula) kaummu sebelum ini. Maka bersabarlah; sesungguhnya
kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS:Huud |
Ayat: 49).
Wafatnya Waraqah
Dalam riwayat al-Bukhari, Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu ‘anha mengatakan,
ثُمَّ لَمْ يَنْشَبْ وَرَقَةُ أَنْ تُوُفِّيَ وَفَتَرَ الْوَحْيُ
“Kemudian tak berselang lama Waraqah meninggal dan wahyu berhenti
beberapa lama.” (HR. al-Bukhari Kitab Bad’ul Wahyi No.3 dan Muslim
Kitabul Iman, Bab Bad’ul Wahyi, No. 160).
Waraqah wafat sehari atau dua hari setelah
Rasulullah ﷺ mendapat risalah. Tidak ada kata lagi yang terucap dari
Waraqah kecuali kalimat itu. kalimat yang terucap dengan penuh yakin
bahwa Anda (Muhammad ﷺ) adalah seorang Nabi.
Wafatlah seorang yang beriman dengan kerasulan
Muhammad ﷺ. Seorang yang teguh dengan ajaran yang hanif, ajaran tauhid
yang dibawa oleh Nabi Musa dan Isa ‘alaihimassalam. Karena itu, Rasulullah ﷺ bersabda,
لا تَسبُّوا ورقةَ بنَ نوفلٍ، فإنِّي رأيتُ له جَنةً أو جَنتينِ
“Jangan kalian cela Waraqah bin Naufal.
Sesungguhnya aku melihat memiliki satu atau du ataman (di surga).” (HR.
al-Hakim 4211. Ia mengatakan hadits shahih sesuai dengan syarat
al-Bukhari dan Muslim walaupun tidak diriwayatkannya. Al-Albani dalam
as-Silsilatu ash-Shahihah 405).
Rasulullah ﷺ bersedih dengan wafatnya Waraqah.
Dialah yang memberinya kekuatan dan keyakinan –setelah Allah ﷻ- tentang
datangnya risalah. Semoga Allah meridhai dan merahmati Waraqah bin
Naufal.
Artikel www.KisahMuslim.com
0 komentar:
Posting Komentar